MALINGSIAL
Ditulis oleh:Yulianto*)
Indonesial tanah Cairku
Tanah tumpah muntahku
Disanalah aku merangkak hina
Jadi kubur
Indonesial negara miskin ku
Bangsa Busuk dan Tanah Miskinku
Marilah kita semua tidur
Indonesial negara miskinku
Mati lah tanahku
Modar lah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Miskin lah jiwanya
Tidurlah badannya
Untuk Indonesial Miskin
Indonesial Miskin
Mampous Modar
Datang kerja Malaysia
Tapi TKI Jadi perampok
Rompak Malaysia bawa wang ke Indon
Indonesial Pendatang Haram
Miskin lah Miskin lah
Datang Haram ke Malaysia
Tiada paspor
Bila kena tangkap dan hantar balik
Kata nya malaysia jahat
Indonesial Negara Perampok
Indonesial Menghantar perampok maling
pekerja TKI Indonesial
hantaq pi Malaysia
Indonesial Maling
Merampok lagu Malaysia
Mengatakan itu lagu mereka
Indonesial Tanah yang hina
Tanah gersang yang miskin
Di sanalah aku miskin Untuk slama-lamanya
Indonesial Tanah puaka
Puaka Hantu Kita semuanya
Negara luas hasil bumi banyak tapi miskin
Datang minta sedekah di Malaysia
Marilah kita mendoa Indonesial brengset
Gersang lah Tanahnya mundurlah jiwanya
Bangsanya Rakyatnya semuanya
Tidurlah hatinya Mimpilah budinya
Untuk Indonesial Miskin
Indonesial Tanah yang kotor Tanah kita yang Malang
Disanalah aku tidur selamanya bermimpi sampai mati
Indonesial! Tanah Malang Tanah yang aku sendiri benci
Marilah kita berjanji Indonesial miskin
Mati lah Rakyatnya Modar lah putranya
Negara Miskin Tentera Coma pakai Basikal,Miskinlah Negrinya Mundur lah Negara nya
Kata-kata diatas adalah sepenggal lirik, lagu indonesia yang telah diplesetkan oleh orang tak dikenal yang entah berasal dari mana, kalau melihat struktur bahasanya lirik diatas kelihatan berlogat melayu atau berbahasa Melaysia sehingga sehingga banyak pihak menduga situs yang memuat lirik diatas dibuat oleh seseorang berkebangsaan Malaysia, hal ini tentu saja membuat banyak orang menjadi geram dan membuat rasa nasionalisme terusik. Apalagi masih lekat dalam ingatan kita kasus-kasus seperti lepasnya pulau Sipadan-Ligitan, sengketa bok ambalat, pelanggaran wilayah pembatasan, klaim keudayaan seperti lagu rasa sayange, tari pendet, seni batik tulis, reog ponorogo, wayang kulit dan tentu saja kasus Manohara Adelia Pinot yang mengakibatkan hubungan kedua bangsa bukannya semakin membaik tetapi justru semakin memburuk dan memburuk.
Pertanyaannya adalah kenapa negara yang selama ini dijuluki negara sebagai negara Jiran yang berarti tetangga dekat berubah menjadi negara yang ingin sepertinya memancing-mancing kemarahan kita sebagai bangsa yang berdaulat?. Banyak spekulasi jawaban atas pertanyaa-pertanyaan diatas misalnya ada yang berspekulasi bahwa negara tersebut sebegitu miskinnya akan budaya sehinga harus kebingungan ketika harus mempromosikan keunggulan pariwisatanya(coba teman-teman ingat-ingat lagi sisi pariwisata khas apa yang pantas diunggulkan di Malaysia ? Menara Petronas sebentar lagi sudah bukan lagi menara tertinggi di dunia karena China, Jepang, AS sudah mulai membangun menara yang setara dengan Petronas, situs-situs purbakala hampir sebagian besar merupakan peninggalan kerajaan sriwijaya Indonesia, pantai-pantainya tidak ada yang seindah pantai-pantai di Bali dan sulawesi utara. Kemiskinan budaya itulah yang membuat mereka terpaksa harus menyekolahkan warganya ke Bali untuk belajar tari Pendet dll bahkan di tahun 70-an banyak guru-guru Indonesia yang di ekspor ke Malaysia untuk mengajar bangsa tersebut pelajaran baca tulis, hitung-hitungan dan budi pekerti untuk selanjutnya sesudah bisa seni tari, lukis dll kesenian tersebut mereka klaim sebagai bagian dari budaya nenek moyang mereka (???) tapi itu baru spekulasi yang pertama.
Spekulasi yang kedua adalah bahwa mereka melihat celah dari kelemahan kita sebagai bangsa berbudaya tinggi tetapi kebudayaan kita tidak pernah diperhatikan atau paling tidak didaftarkan ke lembaga-lembaga Internasional yang kompeten dengan itu. Sehingga “sah dan wajar” saja bila sesuatu yang belum ada hak paten-nya pada hakikatnya adalah sesuatu yang belum ada pemiliknya ibarat pohon jambu yang tumbuh di tanah kosong tanpa pemilik maka siapapun bisa mengakui sebagai pemilik sah pohon itu. Jika spekulasi ini benar maka pemerintah melalui pihak yang berwenang tentang hak paten harus pro aktif, menginventarisir untuk selanjutnya mempatenkan sebelum nilai-nilai dan hasil budaya kita habis dirampok oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, supaya kita tidak dikutuk oleh anak cucu kita karena anak cucu kita sudah tidak punya identitas apapun sebagai bangsa karena habis diambil bangsa lain.
Spekulasi diatas bisa jadi salah karena masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang tidask bisa diurai satu persatu (misalnya konspirasi tingkat tinggi, kerancuan budaya dll), bisa juga salah satu benar atau bisa juga benar semua yang penting bagi kita sebagai generasi produktif adalah terus menggali kekayaan budaya kita, singkirkan primordialisme dll, jangan membajak karenap pembajakan=mencuri(kecuali membajak sawah), bikinlah organisasi / LSM yang sesuai dengan profesi / bidang garap karena dengan bersatu dalam sebuah wadah pergerakan maka suara-suara kita akan lebih didengar dan lebih berarti (bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, Abu Thalib berkata “kebenaran yang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir) Mengupayakan pematenan setiap kaya anak bangsa dengan bekerja bahu membanhu bersama pemerintah, jangan melulu menyalahkan peemrintah justru kita harus proaktif.
Nah kembali ke pokok bahasan lirik lagu diatas, pada dasarnya bendera negara, lambang negara dan lagu kebangsaan adalah simbol kedaulatan sebuah negara oleh karena itu tidak sembarangan orang bisa seenaknya merubah apapun didalamnya karena merupakan penghinaan terhadap negara jangankan warga negara asing, kita warga negara Indonesia saja tidak dibenarkan untuk melakukannya. Oleh karena itu aparat penegak hukum dengan dipayungi UU ITE pasti sudah bergerak untuk mencari siapa dalang perusak kedaulatan negara di dunia maya tersebut, nah sambil menunggu hasil kinerja para penegak hukum tersebut ada baiknya kita merenungi kata demi kata dalam bait lagu diatas. Sebagai sebuah instropeksi bagi kita sendiri karena tidak mungkin seseorang diejek kalau tidak ada objek yang patut dijadikan bahan ejekan. Kita sebagai bangsa yang mengekspor tenaga kerja karena kurangnya peluang kerja di negeri sendiri. Tenaga kerja kita di luar negari adalah tenaga kerja rendahan yang tidak punya keahlian khusus karena biaya pendidikan di negara kita masih saja terlalu tinggi bagi sebagian besara rakyat Indonesia. Media massa seperti televisi yang seharusnya punya andil besar untuk turut mencerdaskan bangsa justru menayangkan siaran-siaran murahan,seperti sinetron yang menggiring pada sikap Hedonis, gosip-gosip selebriti yang tidak ada manfaatnya, realiti show rekayasa yang cuma menayangkan kekerasan rumah tangga tanpa solusi jelas dan lain-lain.
Mulailah demi diri kita bangsa menjadi lebih besar, kuat dan berdaulat. Tidak ada bangsa yagn bodoh yang ada adalah bangsa yagn malas berfikir, malas bekerja sehingga sedikit demi sedikit mengalami kemunduran, kemiskinan. Kalau kita tidak malas berfikir dan bekerja, tentu kita bisa menciptakan peluang kerja tanpa harus menungu proyek padat karya dari pemerintah atau lowongan kerja dari pabrik-pabrik. Kalau kita sudah bisa menciptakan peluang kerja bagi kita dan lingkungan maka bangsa lain sudah tidak bisa lagi mencemooh kita sebagai “Bangsa TKI” dan kalau lapangan kerja ada dimana-mana sektor pajak akan meningkat negara mampu untuk membeli atau bahkan membuat sendiri sistem pertahanan negara yang super canggih, sehingga bangsa lain yang mencoba merongrong kedaulatan bangsa kita akan berfikir dua kali, tiga kali dst, apalagi bangsa pencuri hasil kebudayaan pasti ketiban sial karena tidak ada lagi hasil kebudayaan yang bisa dicuri karena sudah dipatenkan sehingga mereka akan bisa kita sebut sebagai bangsa “malingsial” ,hehehe.
*)penulis adalah seorang tukang listrik dan bakul komputer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar